Coretan
Hari ini adalah senja hari yang
begitu terindah untuk Alezti, padahal ia tengah tercabik hatinya, tercabik
sukmanya berhari-hari yang lalu, dimana ia harus ungkapan kegundahannya
kesakitannya dengan raungan isakan tangis. Benarkah ia sedang bahagia? Bukti
apa lagi yang bisa menguatkan kalau dia sedang bahagia bukan sedang
teriris-iris hatinya.
Jika kau Tanya siapa Alezti, dia
adalah anak termiskin di desanya, Jangan pernah kau katakana ia adalah miskin
ilmu, miskin pesona, miskin wibawa, atau miskin dongeng. Ia pintar bahkan juara
1,2,1,2,1 disetiap apapun kegiatan yang ia ikuti. Tak perlu memperpanjang
teka-teki bahwa ia adalah miskin ketenangan, miskin kenyamanan untuk batinnya
bahkan pengisi setiap hembusan nafasnya.
“
Tiada lagi yang peduli sama gue. Gue gak kuat bawa beban-beban ini.. Tuhan tak
adil !”
Isaknya
di kesendirian di jam istirahat di lantai paling atas, gedung kosong tanpa
dinding. Bahkan kalau aku lihat, dia seperti pasien rumah sakit jiwa yang masuk
sekolah di sekolah umum. Lambaian tangannya kekiri dan kekanan mengisyaratkan
bahwa dirinya tengah di jalan tol besar yang akan mengakhiri hidupnya, berdisis
dan berteriak-teriak tak jelas.
10 menit sudah aku berdiri mematung,
lihatlah dia mulai bergerak menuju tangga keluar, masuk mushola. Dari kejauhan
ku buntuti dia, walau seperti pencuri yang selalu siaga, adeganku saat ini.
Bagaimana mungkin dia setres seperti gila di sekolah umum terfaforit di Kebumen
ini?? Aku sendiri penasaran dan berhari-hari aku buang waktu mapelku di kelas hanya
karna aku terlalu kepo dengan sikap-sikapnya akhir-akhir ini. Tak jarang ko
yang menegurku dengan kata-kata yang merendah terhadapku, untuk tidak mengikuti
adegan gila Alezti. Yah, ini aku lakukan karna aku belum percaya dengan vonisan
terhadap dirinya. Bahkan sekolahpun tak punya bukti untuk membawanya ke rumah
sakit jiwa. Tetapi riskan memang cibiran teman-teman selalu memojokannya.
Brag
!!!Brag !!! Brag !!!
Bunyi
itu jelas sekali dari arah mushola itu, pikiranku terus merangkai apa sih yang
ia lakukan di Mushola. Oh kalau memang dia berbuat tidak senonoh di situ, akan
aku vonis dia memang gila dan aku harus berhenti untuk mendekatinya dan harus
ku bekukan juga hatiku untuk tidak bertanya-tanya tentangnya.
Ternyata tak hanya aku yang
tersentak dengan bunyi itu, bahkan beberapa gerombolan kelas IPA keluar menuju
tempat itu. begitun juga dengan aku. Ku percepat gerakan kakiku, kuturuni tangga
dengan susah karena terdesak-desak teman yang lain. Mungkin Tuhan sedang tak
meridhoi niatku ini, aku hentikan nafsu untuk terus turun, karna kakiku
berdarah. Kepalaku juga terasa berpuing-puing, sementara mataku terus terpejam
menghitung langkah kaki yang mendekatiku.
“
Kamu kenapa??”
Sungguh,
aku belum berani untuk buka mataku, aku masih merinding dengan suara itu yang
serak-serak seperti barusaja menangis. Kemudian terlintas dipikranku untuk
menjauhnya. Iya suster ngesot mungkin jika kau lihat aku.
“
heh, apa yang kamu lakukan ! Aku Alezti” sambungnya.
Duh betapa malunya aku melakukan hal
yang sangat ceroboh. Biarlah aku tetap diam, aku ingin perhatikan kerindangan
wajahnya dan merasakan berita besar yang selalu di dekapnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar