Tugas BAHASA INDONESIA
![Mengkaji Cerpen](file:///C:\DOCUME~1\ddd\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image001.gif)
![bfdf.jpg](file:///C:\DOCUME~1\ddd\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image003.jpg)
Oleh
Kelompok
Arini
Dwi Rizky
Fika
Henitasari
Isti
Wahyuni
Ririn
Novi Astuti
Rusdiawati
Siti
Rofiqoh
![SMK Negeri 1 Ambal](file:///C:\DOCUME~1\ddd\LOCALS~1\Temp\msohtmlclip1\01\clip_image007.gif)
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb
Puji syukur yang telah memberkan rahmad
serta hidayah dan keaguangannya pada kita, sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Dalam berbagai teori, filsafat banyak sekali terjadi perdebatan
antara perbedaan kajian setiap orang. Perlu kita ketahui bahwa pluralisme
adalah patut diacungi jempol karena dengan adanya itu kita juga akan mengenal
persamaan atau terjadinya proses pembauran. Pengkajian cerpen itu didapatkan
dari pemplotan brain seseorang.
Maksudnya adalah pengenalan atau pengkritisi makna dalam karya sastra,
khususnya cerpen adalah buah pikir dari paradigma seseorang. Semakin tinggi
tingkat paradigma seseorang, maka semakin memuaskan hasil predikat pemahaman
cerpen tersebut.
Hal ini mungkin adalah yang
mendasari untuk melakukan pengkajian terhadap cerpen dimana untuk meluruskan
paradigma-paradigma tersebut, di samping sebagai peningkatkan kreativitas siswa.
Alhamdulillah, berkat dukungan dan
kerjasama bagi semua pihak makalah ini
tidak lagi menjadi nostalgia belaka. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih kepada :
ü Bapak
Suyono,S.Pd.M.Mpd selaku Kepala SMK Negeri 1 Ambal
ü Bu
Dyah Wahyuningsih,S.Pd selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
ü Serta
tim Kelompok yang saya harapkan dalam mempertahankan kerjasamanya.
Selain itu,
sudah tentu kita juga menyadari bahwa kita mempunyai banyak kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Kami selalu mengharap kritik dan saran yang dapat
memperbaiki makalah kami. Terimakasih
Wassalamu’alaikum wr.wb
Ambal,
27 September 2014
Penulis
DAFTAR ISI
1. Cover
buku
2. Kata
Pengantar
3. Daftar
Isi
4. Pendahuluan
a. Latar
Belakang
b. Rumusan
Masalah
c. Tujuan
Penulisan
d. Manfaat
Penulisan
5. Pembahasan
a. Pengertian
cerpen
b. Ciri-ciri
cerpen
c. Mengkaji
cerpen
6. Penutup
a. Kritik
b. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Di
Negara tercinta kita (Indonesia), tidak sulit apabila kita ingin menemukan para
pujangga handal, masyur dan terkenal. Mereka popular bukan karena keturunan
tapi karena mereka gunakan image, brain dan rohaninya untuk menciptakan karya
sastra dengan ekspresionis, naturalis, fakta ataupun kalau beralih ke Bangsa
Inggris, mereka akan mengatakan dengan Story
telling.Tetapi hal ini justru tidak terlalu mendapat cermatan dari
masyarakat bahkan pemerintah yang agung, bijaksana,cerdas dan mendengarkan
rakyat, katanya. Menurut kalian apa yang menyebabkan hal ini terus
berkelanjutan??? Karena kurangnya kesadaran atas makna dan hikmah setiap karya
sastra. Dimana masyarakat Indonesia tidak sedikit yang telah buta dengan
toleransi, apresiasi, tafahum,muhabbah dan logistiknya karya sastra.
Oleh
karena itu, perlu dicari upaya-upaya atau tata cara untuk menggabungkan rohani
dan badaniah seseorang terhadap karya sastra yang sering kita jumpai, seperti
cerpen. Kita bisa karena memulai dari dasar, seperti membuat bangunan harus
dasarnya dulu.
B.
Rumusan Masalah
·
Bagaimana cerpen dapat diharfiahkan
dengan kata-kata?
·
Bagaimana contoh cerpen kewirausahaan??
·
Bagaimana mengkaji hal-hal yang
berkaitan dengan cerpen??
·
Bagaimana kaitannya cerpen antara
kenyataan dan kreatif?
C.
Tujuan Penulisan
·
Menambah wawasan tentang kajian cerpen.
·
Mendorong masyarakat untuk berkreatif
membuat cerpen.
·
Meningkatkan kesadaran masyarakat serta
siswa pelajar.
·
Mengaktifkan kinerja siswa.
D.
Manfaat Penulisan
·
Memenuhi
tugas Bahasa Indonesia`
·
Menambah wawasan seputar bab-bab
terkait.
·
Memotivasi untuk selalu kreatif dan
terampil.
·
Dapat dimanfaatkan isinya dari berbagai
kalangan.
BABII
PEMBAHASAN
A. Harfiah cerpen/ pengertian cerpen
Cerpen adalah cerita singakat mengenai
perjalanan hidup seseorang.
B.
Ciri-ciri cerpen
Ø Panjang
cerita tidak lebih dari 10.000 kata.
Ø Bentuknya
singkat, padat dan lebih pendek dari novel.
Ø Beralur
tunggal
Ø Penokohannya
sederhana dan dilukiskan mulai terjadinya konflik samapai penyelesaiannya.
Ø Sumber
cerita dari kehidupan sehari-hari
Ø Habis
dibaca sekali duduk.
Ø Penggunaan
kata-kata mudah dikenal masyarakat.
Ø Menceritakan
satu kejadian tanpa mengubah nasib pelakunya.
Ø Meninggalkan
kesan mendalam bagi pembacanya.
C.
Contoh Naskah Cerpen Kewirausahaan
Banun
Oleh : Damhuri Muhammad
Bila
ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada
yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung
serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun,
lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah
pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir”
di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon,
hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor
kekikiran Banun.
Ada
banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga
tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun
dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras
bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir akibat terlampau bergairah
mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan turun-temurun Banun ini tak hanya
ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani, tapi juga bisa mempertautkan
kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi yang dihelanya terguling lantaran
sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai
ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan, lalu menyarankan
pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten. Sedemikian mumpuninya
kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak menimba pengalaman
dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi. Ketiga, Banun tukang
lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan Sabtu, hari berburu
yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari
berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti
tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa
lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada
satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa
mengurangi rasa hormat pada Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi
lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang
usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur
keluarganya. Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun
kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya
pula beberapa keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban
petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu
dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak
terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak
membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di
kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang
tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping
anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung
reda.
”Mak tak hanya
kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak
kedua Banun.
”Tak usah hiraukan
gunjingan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal
mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
”Sebagai anak yang
lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani
sejati.”
Sejak itulah Banun
menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak
bungsunya itu. Ia menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”,
yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”.
Menahan diri untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan
cara bercocok tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri,
kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup,
orang tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatnya
dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan
perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin
banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang
tani.
Maka, selepas
kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan
segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan
bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit,
gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia
hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya. Bila semua kebutuhan memasak harus
dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai petani padi, tentu akan jauh dari
memadai. Bagi Banun, segala sesuatu yang dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi
pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah kampung itu akan ditanamnya, agar ia
selalu terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu, penghasilan dari panen
padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli lahan sawah yang lebih luas lagi.
Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang tani, tengoklah keluarga Banun kini.
Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia
lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan
tanah, yang seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang
terdesak keperluan biaya sekolah anak-anak. Tak jarang pula untuk biaya
keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu
menggadai, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang anak Banun telah
disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun
tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama
buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain
adalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena
tak terbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan
lelaku orang tani. Untuk sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar),
harus berbelanja ke pasar. Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan
sebatang pohon Singkong pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di
pasar, kenapa harus ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya,
bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan
membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke
yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai
benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah
digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik
dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum
mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang
diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke
musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah
guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal
menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan
bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk
Rustam.
”Karena kita
sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk
Palar masa itu.
”Pinanganmu
terlambat. Rimah sudah punya calon suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu
beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian
di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga
orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum
meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya,
Palar.”
Rupanya penolakan
Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina.
Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang
lebih menyakitkan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami
Banun meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang
itu. Tapi, Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu
sebabnya Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan
sebagai perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun
menanggung malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah
zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan
kayu bakar, hingga ia masih menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa
sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran
Rimah yang hendak membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan
bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula
dengan Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di
rumah masing-masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu,
secara bergiliran.
”Kalau Mak
menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah
suatu hari.
”Masa itu kenapa
Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon
menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau
ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya
kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam.
Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya
anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil
panen dengan mengajarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam
akan memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes
terjual? Kalau memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan
gampang menjual lahan sawah, meski untuk mencetak insinyur pertanian yang
dibanggakannya itu. Apalah guna insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku
orang tani? Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit
hutang, tidak pula karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk
Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
D. Mengkaji cerpen Banun
ü Unsur Instrinsik cerpen
1. Tema :Kewirausahaan
2. Tokoh dan penokohan
Banun : Kikir
Nami : Bijaksana.
Palar ; Sombong dan
Mempengaruhi orang lain
Rimah : Peduli atau care terhadap masalah
Tokoh utama/ Main actor :
Banun, Nami, palar, Rimah.
Tokoh Tambahan : Zubaidah, Rustam.
3. Alur : Maju (Progesi)
4. Latar :
Waktu : Tidak disebutkan secara jelas.
Tempat :Lereng bukit yang sejak
dulu tanahnya subur.
Suasana :Mencengkram antara marah dan kecewa.
5. Sudut Pandang : Orang ketiga serba
tahu
6. Amanat : Jangan terlalu
kikir,walaupun kita mampu melakukan semua hal. Tetapi harus ingat belum tentu
niat tidak menghambur-hamburkan uang bernilai baik untuk orang lain, justru bisa sebaliknya.
Jangan melakukan perjodohan hanya
karan melihat hartanya dan pangkat.
Berusaha untuk menerima kritik dari
orang lain.
7. Gaya bahasa/ Diksi
·
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk
paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan
ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah
jawabannya.(majas praeterito yaitu
majas majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan sesuatu dan
pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu)
·
dari tahun ke tahun (majas Klimaks yaitu majas penegasan
dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan
kata-kata yang semakin lama semakin memuncak)
·
sifat kikirnya dari tahun ke tahun
semakin mengakar. (majas hiperbola
yaitu majas yang melebih-lebihan, dimana sifat kikir itu sampai berakar)
·
Konon, hingga riwayat ini disiarkan,
belum ada yang sanggup menyumbangkan rekor kekikiran Banun. (majas interupsi yaitu majas penegasan
yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat
pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya).
·
Banun dukun patah-tulang yang dangau
usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras. (majas tropen yaitu majas perbandingan yang melukiskan sesuatu
dengan membandingkan pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang
mengandung pengertian yang sejalan).
·
Disepanjang usianya, banun Kikir tak
pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. (Majas alusio yaitu majas yang
mempergunakan ungkapan paribahasa , kata-kata yang artinya diketahui umum).
·
Perempuan itu menanak nasi dengan cara cara menyorongkan seikat daun kelapa
kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula
beberapa keeping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya.( majas Klimaks)
·
Cabai, bawang, seledri, kunyit,
lengkuas…. .(majas Asidenton yaitu
majas penegasan yang menyebutkan beberapa barang, hal atau keadaan secara
berturut-turut tanpa memakai kata penghubung).
·
Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang
meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus
sendiri.(majas Alusio)
·
Maka selepas kesibukannya menanam,
menyiangi, dan … .(majas klimaks)
·
Cabai, seledri, bawang, lengkuas…(majas asidenton)
·
Hampir separuh dari lahan sawah…(majas hiperbola)
·
Bukankah ada tauke yang selalu berkenan
memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih?(majas retorik yaitu majas penegasan
dengan menggunakan kalimat Tanya retorik yang sebenarnya tidak memerlukan
jawabankarena sudah diketahuinya)
·
Perangai lintah darat itu sudah
merajalela.(majas simbolik yaitu
majas perbandingan yang melukiskan suatu dengan memperbandingkan benda-benda
lain sebagia symbol)
·
Si Banun Kikir…(majas antomonasia yaitu majas perbandingan dengan menyebutkan
seseorang berdasarkan ciriatau sifat menonjol yang dimilikinya)
ü Struktur cerpen
1. Abstrak
Adalah ringkasan atau inti cerita
yang bersifat operasional. Artinya sebuah teks cerpen bisa saja tidak melalui
tahapan ini.
Bila
ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada
yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung
serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun,
lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah
pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir”
di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon,
hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor
kekikiran Banun.
2. Orientasi
Adalah struktur yang
berisi pengenalan latar cerita yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana
terjadinya peristiwa dalam cerpen.
Tempat :Di
perkampungan Lareh Bukit
Waktu : tidak menonjol
Suasana :Mengecewakan.
3. Komplikasi
Adalah berisi urutan
kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat.
Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa lain. Dalam
komplikasi berbagai kerumitan bermunculan, kerumitan tersebut bisa lebih dari
satu konflik yang mengarah ke klimaks.
Ø Banun
ditinggal mati oleh suaminya.
Ø Banum
adalah janda cantik.
Ø Palar
ingin meminang banum.
4. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap
mulai tampak terjadi penyelesaian masalah.
Palar ditolak dan
ingin menjodohkan anaknya (Rustam) dengan anaknya Banum (Rimah).
5. Resolusi
Resolusi adalah tahap
dimana pengarang akan mengungkapkan solusi dari berbagai konflik yang dialami
tokoh.
Palar memfitnah dan
menghina Banum dengan sebutan kikir karena palar kecewa dengan penolakan dan
sikap Banum.
6. Koda
Koda adalah nilai
atau penjelasan yang dapat dipetik oleh pembaca dari sebuah teks cerpen.
Rimah dinikahkan
dengan leleki lain dan mempunyai anak, tetapi justru menyalahkan Maknya karena
tidak menjodohkannya dengan Rustam.
ü Kaidah pemplotan dalam cerpen
“Banun”
1. Plausibilitas ( kemasukakalan)
Plausibilitas
yaitu menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan
logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat
dipercaya oleh pembaca.
Ya, karena
Banun menjodohkan anaknya dengan lelaki lain yang beralasan hatinya kecewa
dengan palar karena selalu dihina.
2. Suspense (rasa ingin tahu)
Suspense
adalah hasrat dari pembaca suatu cerpen untuk menyelesaikan kegiatan membacanya
yang dikarenakan cerita tersebut menarik, memotivasi dan mengikat pembaca.
Ya, karena
hal in terlihat dari alasan yang mendasari menghina Banun dengan sebutan kikir
hanya karena tidak pernah membeli dagangan orang lain dan memilih bekerja keras
untuk menanam tanaman itu sendiri serta mencari barang substitusi akan barang
tersebut. Misalnya minyak tanah dan elpiji digantikan dengan daun kelapa yang
kering.
3. Surprise ( Kejutan)
Yaitu
pemplotan denagn cara mengejutkan pembaca ketika telah larut dalam suatu cerita
pendek atau cerpen.
Ya, karena
palar tiba-tiba ingin meminang Banun.
4. Unity( kesatupaduan)
Yaitu
pemlotan dengan cara mengutamakan keutuhan, keterkaitan antara hal sebelumnya
dan didiceritakan dengan hal yang lain. Adanya keterkaitan antara beberapa hal.
Ya, karena
ceritanya saling bersangkutan dari awal yaitu keadaan Banun yang ditinggal mati
suaminya yang mempunyai kelebihan parasnya yang cantik, menyebabkan palar ingin
meminanngnya. Setelah palar ditolak oleh Banun tetap saja berusaha untuk dekat
dengan Banun yaitu dengan cara meminang anak Banun (Rimah) untuk
anaknya(Rustam). Tetapi karena Banun kecewa dengan sikap palar maka Banun
menolaknya dan menjodohkannya dengan lelaki lain, sementara Palar semakin
menghina Banun. Hal ini menyebabkan Rimah memarahi Banun karena tidak
menjodohkannya saja dengan Rustam.
ü Konversi
Yaitu
pengubahan bentuk.
Adegan
penolakan lamaran Palar untuk dirinya sendiri.
Palar : dunia ini seperti
kicauan suara hidup yang merdu dan selalu dipujanya, bahkan suara itu bagiku
adalah sebagai belahan jiwaku, semangat hidupku dan nafas hidupku. Kamu tahu ?
apa maksudku ?
Banun : Aku ini hanya seorang tani yang ditinggal mati
suamiku, keseharianku adalah cangkul, sabit dan lumpur. Aku tak menau apa
maksudmu Tuan.
Palar : Baiklah,
maafkan aku jika kata-kataku tadi harus membuatmu seperti ini.
Banun : Tidak apalah Tuan. Kata-katamu tidak menyinggungku.
Lalu apa maksudmu datang kemari ?
Palar : Maukah kau menjadi pendamping dalam hidupku
?
Banun : Maafkan aku Palar, aku tidak memikirkan hal itu.
karena aku ingin membesarkan anak-anaku terlebih dahulu. Tanpa seorang suami.
Palar : Ya sudah
lah.
Adegan masyarakat di Perkampungan Lereng Bukit menghina
Banun.
Masyarakat 1 : eh, kamu tahu tidak? Itu loh Banun.
Masyarakat 2 : Banun yang mana ?
Masyarakat 3 : Di
perkampungan ini Banun ada 3(sambil mendekati kedua orang tersebut).
Masyarakat 2 : Banun patah tulang, Banun dukun Beranak,
Banun tukang lemang.
Masyarakat 1 : Banun dukun beranak.
Masyrkt 2&3 : Loh emang ada apa sih ??( sambil
melonongkan kepalanya)`
Masyarakat 1 : Seumur hidupnya ia tak pernah membeli minyak
tanah untuk mengasapi dapurnya.
Masyarakat 2 : lalu dengan apa ?
Masyarakat 1 : Dengan keeping kayu bakar yang ada di
lumbungnya.
Masyarakat 3 : Ya Tuhan… Betapa kikirnya Banun.
Tiba-tiba Rimah lewat
Masyarakat 2 : loh, Kenapa ? bukankah itu hemat ?
Masyarakat 1 : Kamu bisa mikir atau tidak sih ! sudah
jelas-jelas tidak mau membantu menambah penghasilan tukang minyak. Banun itu
kikir, ya tetap saja tambah kikir.
Masyarakat 2 : StSt…StSt ada anaknya tuh !
Masyrkt 1&2 : Biarin ! emang itu kenyataanya Banun
kikir.
Adegan Rimah bertanya pada Maknya tentang kekikirannya.
Rimah : Brakkk brakkk…
Banun : Ada apa nak? Tiba-tiba mengamuk.
Rimah : Mak itu tidak pernah sadar (sambil membanting
piring)
Banun : Ngomong yang jelas nak, ada apa? ( sambil menarik
tangan Rimah)
Rimah : Tanya aja ke orang-orang.
Banun : loh kok tidak ke kamu saja ??
Rimah : Mak itu benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu
sih ?? (sambil sewot).
Banun : ya sudah-sudah…
Banun meninggalkan anaknya.
Rimah : Mau kemana mak ?
Banun : Mau Tanya ke orang-orang.
Rimah : PD banget sih Mak , orang-orang itu menggunjing Mak
tahu !
Banun : Tentang apa ? Mak kikir ?
Rimah : iya.
Nami : Mak tak hanya
kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri.(ocehNami nimbrung)
Banun : Tak usah hiraukan gunjingan orang !Kalau benar apa
yang mereka tuduhkan kaliantak bakal menggenggam bangku sekolah dan seumur-umur
akan menjadi orang tani !
Banun : Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani,
semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.
Adegan Rimah yang bertanya tentang apa itu tani.
Rimah : Haruskah kita selalu bertani??? Cabe, kunyit, bawang
tak pernah beli di took !!
Banun : Kamu tau, apa itu tani?
Rimah : Tau dong, tani itu pekerjaan yang melelahkan. Akupun
tak sudi jadi tani, kenapa Mak bertani terus Mak ?
Banun : Menurut Ayahmu, tani itu berarti tahani yaitu
menahan iri. Jadi kita itu harus bertani.
Rimah : Hemat sih hemat, tapi jangan terlalu hemat….
Banun : Tau ah… kamu belum tahu bagaimana susahnya hidup.
Rimah : Iya lah. Orang saya belum berkeluaraga Mak !
Banun : Ya sudah. (sambil meninggalkan Rimah)
Adegan Palar meminang Rimah untuk anaknya (Rustam)
Palar :
Assalamu’alaikum wr.wb
Banun : wa’alaikumsalam wr.wb
Palar : Saya ada
perlu dengan Anda, bolehkah saya masuk ?
Banun : Oh ya
silakan.
Palar : Sebelumnya saya datang ke rumah kamu untuk
bersilaturahmi.
Banun : Iya. Saya juga senang Anda mau datang ke rumahku
yang jelek ini.
Palar : oh tidak
rumah kamu bagus.
Banun : Sebentar,
saya mau ke dapur dulu
Selang beberapa menit
Banun : Silakan diminum dulu.
Palar : Oalah saya
jadi merepotkan ya..?
Banun : Tidak. Sudah kewajiban saya untuk memuliakan tamu.
Oh iya, ada apa maksud Anda kemari?
Palar : Begini bu, karna kita sama-sama orang tani,
bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan anak saya, Rustam.
Banun : Pinanganmu terlambat, Rimah sudah punya calon suami
( dengan sorot matanya yang sinis)
Palar : Keluaragamu
beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insyinyur
pertaniaan di kampong ini dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini
sehingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan. (sambil
meninggalkan rumah Banun)
Banun : Maafkan saya Palar.
Palar : Anda telah
menghinaku dua kali. Dasar Banun kikir ! Dasar janda Cantik yang Kikir !!!
ü Keterkaitan Pengarang dengan latar
belakang daerahnya.
Pengarang
: Damhuri Muhammad
1. Masakan : Lemang
2. Jam gadang : -
3. Perjodohan : Perjodohan Rimah dengan Rustam yang gagal
Perjodohan Rimah dengan lelaki lain.
4. Merantau : Rustam yang sekolah di luar negeri.
5. Pintar dagang : Penjual Minyak dan gas elpiji.
6.
Etos
Kerj tinggi : Banun yang bekerja keras
sebagai petani yang tidakmembeli bahan makanan tetapi menanamnya sendiri.
ü Identitas Pengarang
Damhuri Muhammad lahir di Padang, 1 Juli
1974. Alumnus Pascasarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakkarta
(2001). Bermukim di Jakarta. Ia menulis cerita pendek, esai seni, dan kritik
buku di sejumlah media nasional seperti kompas, Media Indonesia, Majalah TEMPO,
Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat,
Majalah GATRA, ESQUIRE, Tabloit NOVA, dll. Karya Fiksinya yang sudah terbit :
Laras (2005), Lidah Sembilu (2006) dan Juru Masak (2009)` Cerpennya Ratap Gadis
Suayan, Bigau, orang-orang Larenpanjang terpilih dalam buku cerpen pilihan
kompas, pada tahun pemilihan yang berbeda-beda. Buku esai sastra terkininya :
darah daging Sastra Indonesia (2010)
Sejak 2011 ia berkhidmat sebagai anggota
komite penjurian Lomba Penulisan Buku Pengayaan Kurikulum di Pusat Kurikulum
dan Perbukuan (Puskurbuk) KEMDIKBUD RI. Pada 2008 dan 2013 ia menjadi Ketua Tim
Juri Khatulistiwa Literary Award (KLA), peristiwa penghargaan paling
terpengaruh di Indonesia.
Maret 2014 ia terpilih sebagai salah satu
steering board (Dewan Pengarah) Asean Literary Festival (Festival Sastra Asia
Tenggara) yang dihadiri oleh perwakilan 15 negara, dan Indonesia sebagai tuan
rumahnya. Sehari-hari ia bekerja sebagai redaktur sastra di harian Media
Indonesia, di Jakarta.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Dari pembahasan tadi bahwa pada
dasarnya pengkajian cerpen itu bertahap. Begitu juga dengan membuat cerpen. Ada
dua macam dua bentuk penulis. Yaitu penulis awam/penulis yang hanya mencurahkan
isi hati sebgai kaidah utama. Sedangkan bentuk yang kedua adalah penulis handal
ditandai dengan menggunakan kerangka sebagai unsure utama. Yang jelas perlu
kejelian dalam mengkaji cerpen.
b. Kritik dan Saran
Semoga makalah ini dapat berguna
sebagai bahan materi ditingkat yang sederajat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar