PELITA BERCAHAYA
PELANGI
Oleh
: dian prawirantari
Saat
itu larut malam dan semua orang beranjak meninggalkan bangunan megah tersebut
kecuali seorang wanita muda yang duduk dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang
berdiri kokoh tepat di depan butik itu. Di siang hari, jalanan di depan butik
sarat akan debu kotor, namun di malam hari embun yang terbentuk di udara
serta-merta menyingkirkan serpihan debu dari permukaan jalan. Itulah sebabnya
si wanita muda itu senang duduk di sana, saat semua orang justru ingin pulang
ke rumah,ia lebih tertarik melihat manekin yang bagaikan dewi berbalut pakaian
yang menggugah hati tersebut, seolah suasana malam sunyi membawanya ke alam
lain.
Malam berganti pagi, pagi berganti
siang, siang berganti malam, selalu saja wanita muda itu terlihat disana.
“Mengapa ia tidak pergi?” pikir
wanita dari seberang. Membawa
bertumpuk – tumpuk kain, berteriak, memanggil, siapa saja yang melintas
didepannya. Malu? sudah pasti. Satu lembar kain lima ribu rupiah, tiga lembar
kain duabelas ribu rupiah, proses tawar-menawar itu tidak jarang membuatnya
malu, hingga pipinya memerah, sebagaimana semua orang pasti merasakan hal yang
sama jika mereka ada di posisinya. Berkali - kali sudah Pelangi mempermalukan
diri.Cuma itu?, tentu tidak. memperlihatkan berbagai macam gaya dengan harapan
dapat menghipnotis orang – orang yang bejalan lewat didepannya. Tidak banyak
yang memperdulikannya, bahkan tidak sedikit yang hanya melihat dan langsung
berjalan pergi.
“Haruskah
aku berpidah ke depan gedung itu? atau haruskah aku masuk kedalamnya?”pikiran
pelangi melayang.
Aku
menjauhi trotoar, berjalan maju beberapa langkah dengan wajah tengadah, lalu
dari tengah jalan, seraya mengatupkan kedua tangan agar membentuk corong di
sekitar mulut, aku berteriak sekeras-kerasnya: “Lihat saja Aku bisa lebih dari
kalian, Aku bisa, aku pasti bisa”
Semua
orang melihatnya, tapi ia tidak peduli. Ia lebih memilih melanjutkan jalannya
menuju rumah dengan mata berkaca kaca, sambil dalam hati memohon “ Ibu, tolong
bantu aku”
Termenung sendiri di rumah yang
kecil, ia terdiam melihat layar ponselnya. Satu jam, dua jam, tiga jam waktu
berlalu, “tapi apa yang aku bisa?” diam?menangis?atau mungkin berteriak
bagaikan orang gila?apakah itu akan mengubah nasibku, sebenarnya apa aku ini?
Sedetik kemudian ia sudah memegang
sebuah buku yang berisi gambaran, sejak kecil ia memang sudah biasa menggambar
busana, ia tersenyum melihat rancanganngannya. membolak-balikkan buku itu
memang sudah menjadi kebiasaan disetiap malam-malamnya yang sunyi. Tetapi malam
ini berbeda ia mencoba untuk membuat salah satu baju rancangannya dengan mesin
jahit tua peninggalan neneknya. Ia berusaha membuatnya sebaik mungkin, mencoba
pakaian itu dan melihatnya dikaca, ia merasa ada yang kurang. Lalu ia bergegas
mengambil kain- kain yang ada dan menjadikannya hijab yang indah bahkan ada
bentuk seperti bunga mawar diatasnya, tidak lupa ia memotret dirinya dan
mengunggahnya ke dalam Facebook, ya
facebook memang media yang pas untuk berkomunikasi dengan teman yang jaraknya
jauh.
Siapa sangka dipagi hari ia mendapat
kejutan dengan banyaknya komentar tentang desain baju dan hijabnya, “Wah,bagus”
, “pesan satu dong”, sedikit demi sedikit perubahanpun terjadi, Pelangi
mendapat banyak tawaran, dari awalnya hanya punya 5 orang karyawan sekarang
sudah berkembang menjadi 350 karyawan yang membantunya.
Tinggalnya pun sudah tidak dirumah
kecil itu, ia tinggal di rumah yang cukup besar bahkan mengajak kedua orang
tuanya untuk tinggal bersama. Seiring berjalannya waktu usahanya berjalan
dengan pesat, bahkan ia kerap diundang dalam pagelaran busana yang diadakan di
negeri tetangga, busana yang sudah menjadi kebutuhan utama dan juga desain yang
terus berubah – ubah setiap musimnya memberi keuntungan tersendiri bagi Pelangi.
Malam sudah larut, saat kebanyakan
orang akan memilih pergi kerumahnya masing-masing untuk melepas penat, tetapi
tidak untuk Pelangi ia memilih untuk menyusuri jalan dan duduk dibawah pohon besar yang menghadap pada
sebuah bangunan megah, ya tepat di depan butik itu. Kemudian ia berkata pelan “Aku bisa, sekarang kalian sudah lihat
kan, aku bisa lebih dari yang kalian kira”
-
END -
Tidak ada komentar:
Posting Komentar