Label

Sabtu, 24 Januari 2015

mengkaji cerpen



Tugas BAHASA INDONESIA
Mengkaji Cerpen
bfdf.jpgTp.2o14/2015


 




Oleh Kelompok
Arini Dwi Rizky
Fika Henitasari
Isti Wahyuni
Ririn Novi Astuti
Rusdiawati
Siti Rofiqoh
SMK Negeri 1 Ambal

 

KATA PENGANTAR


Assalamu’alaikum wr.wb       
Puji syukur yang telah memberkan rahmad serta hidayah dan keaguangannya pada kita, sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Dalam berbagai teori, filsafat banyak sekali terjadi perdebatan antara perbedaan kajian setiap orang. Perlu kita ketahui bahwa pluralisme adalah patut diacungi jempol karena dengan adanya itu kita juga akan mengenal persamaan atau terjadinya proses pembauran. Pengkajian cerpen itu didapatkan dari  pemplotan brain seseorang. Maksudnya adalah pengenalan atau pengkritisi makna dalam karya sastra, khususnya cerpen adalah buah pikir dari paradigma seseorang. Semakin tinggi tingkat paradigma seseorang, maka semakin memuaskan hasil predikat pemahaman cerpen tersebut.
            Hal ini mungkin adalah yang mendasari untuk melakukan pengkajian terhadap cerpen dimana untuk meluruskan paradigma-paradigma tersebut, di samping sebagai peningkatkan kreativitas siswa.
            Alhamdulillah, berkat dukungan dan kerjasama bagi semua pihak  makalah ini tidak lagi menjadi nostalgia belaka. Untuk itu saya mengucapkan terimakasih  kepada :
ü  Bapak Suyono,S.Pd.M.Mpd selaku Kepala SMK Negeri 1 Ambal
ü  Bu Dyah Wahyuningsih,S.Pd selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
ü  Serta tim Kelompok yang saya harapkan dalam mempertahankan kerjasamanya.
Selain itu, sudah tentu kita juga menyadari bahwa kita mempunyai banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini. Kami selalu mengharap kritik dan saran yang dapat memperbaiki makalah kami. Terimakasih
Wassalamu’alaikum wr.wb

Ambal, 27 September 2014
Penulis






DAFTAR ISI

1.      Cover buku
2.      Kata Pengantar
3.      Daftar Isi
4.      Pendahuluan
a.       Latar Belakang
b.      Rumusan Masalah
c.       Tujuan Penulisan
d.      Manfaat Penulisan
5.      Pembahasan
a.       Pengertian cerpen
b.      Ciri-ciri cerpen
c.       Mengkaji cerpen
6.      Penutup
a.       Kritik
b.      Saran













BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Di Negara tercinta kita (Indonesia), tidak sulit apabila kita ingin menemukan para pujangga handal, masyur dan terkenal. Mereka popular bukan karena keturunan tapi karena mereka gunakan image, brain dan rohaninya untuk menciptakan karya sastra dengan ekspresionis, naturalis, fakta ataupun kalau beralih ke Bangsa Inggris, mereka akan mengatakan dengan Story telling.Tetapi hal ini justru tidak terlalu mendapat cermatan dari masyarakat bahkan pemerintah yang agung, bijaksana,cerdas dan mendengarkan rakyat, katanya. Menurut kalian apa yang menyebabkan hal ini terus berkelanjutan??? Karena kurangnya kesadaran atas makna dan hikmah setiap karya sastra. Dimana masyarakat Indonesia tidak sedikit yang telah buta dengan toleransi, apresiasi, tafahum,muhabbah dan logistiknya karya sastra.
Oleh karena itu, perlu dicari upaya-upaya atau tata cara untuk menggabungkan rohani dan badaniah seseorang terhadap karya sastra yang sering kita jumpai, seperti cerpen. Kita bisa karena memulai dari dasar, seperti membuat bangunan harus dasarnya dulu.
B.     Rumusan Masalah
·         Bagaimana cerpen dapat diharfiahkan dengan kata-kata?
·         Bagaimana contoh cerpen kewirausahaan??
·         Bagaimana mengkaji hal-hal yang berkaitan dengan cerpen??
·         Bagaimana kaitannya cerpen antara kenyataan dan kreatif?
C.     Tujuan Penulisan
·         Menambah wawasan tentang kajian cerpen.
·         Mendorong masyarakat untuk berkreatif membuat cerpen.
·         Meningkatkan kesadaran masyarakat serta siswa pelajar.
·         Mengaktifkan kinerja siswa.
D.    Manfaat Penulisan
·         Memenuhi  tugas Bahasa Indonesia`
·         Menambah wawasan seputar bab-bab terkait.
·         Memotivasi untuk selalu kreatif dan terampil.
·         Dapat dimanfaatkan isinya dari berbagai kalangan.
BABII
PEMBAHASAN
A.    Harfiah cerpen/ pengertian cerpen
Cerpen adalah cerita singakat mengenai perjalanan hidup seseorang.
B.     Ciri-ciri cerpen
Ø  Panjang cerita tidak lebih dari 10.000 kata.
Ø  Bentuknya singkat, padat dan lebih pendek dari novel.
Ø  Beralur tunggal
Ø  Penokohannya sederhana dan dilukiskan mulai terjadinya konflik samapai penyelesaiannya.
Ø  Sumber cerita dari kehidupan sehari-hari
Ø  Habis dibaca sekali duduk.
Ø  Penggunaan kata-kata mudah dikenal masyarakat.
Ø  Menceritakan satu kejadian tanpa mengubah nasib pelakunya.
Ø  Meninggalkan kesan mendalam bagi pembacanya.
C.     Contoh Naskah Cerpen Kewirausahaan
Banun
Oleh : Damhuri Muhammad
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
Ada banyak Banun di perkampungan lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur hingga tersohor sebagai daerah penghasil padi kwalitet nomor satu itu. Pertama, Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras bila pinggang atau pangkal lengannya terkilir akibat terlampau bergairah mengayun cangkul. Disebut-sebut, kemampuan turun-temurun Banun ini tak hanya ampuh mengobati patah-tulang orang-orang tani, tapi juga bisa mempertautkan kembali lutut kuda yang retak, akibat bendi yang dihelanya terguling lantaran sarat muatan. Kedua, Banun dukun beranak yang kehandalannya lebih dipercayai ketimbang bidan desa yang belum apa-apa sudah angkat tangan, lalu menyarankan pasien buntingnya bersalin di rumah sakit kabupaten. Sedemikian mumpuninya kemampuan Banun kedua ini, bidan desa merasa lebih banyak menimba pengalaman dari dukun itu ketimbang dari buku-buku semasa di akademi. Ketiga, Banun tukang lemang yang hanya akan tampak sibuk pada hari Selasa dan Sabtu, hari berburu yang nyaris tak sekali pun dilewatkan oleh para penggila buru babi dari berbagai pelosok. Di hutan mana para pemburu melepas anjing, di sana pasti tegak lapak lemang-tapai milik Banun. Berburu seolah tidak afdol tanpa lemang-tapai bikinan Banun, yang hingga kini belum terungkap rahasianya.
Tapi, hanya ada satu Banun Kikir yang karena riwayat kekikirannya begitu menakjubkan, tanpa mengurangi rasa hormat pada Banun-banun yang lain, sepatutnyalah ia menjadi lakon dalam cerita ini.
***
Di sepanjang usianya, Banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. Perempuan itu menanak nasi dengan cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya. Saban petang, selepas bergelimang lumpur sawah, daun-daun kelapa kering itu dipikulnya dari kebun yang sejak lama telah digarapnya. Mungkin sudah tak terhitung berapa jumlah simpanan Banun selama ia menahan diri untuk tidak membeli minyak tanah guna menyalakan tungku. Sebab, daun-daun kelapa kering di kebunnya tiada bakal pernah berhenti berjatuhan.
”Hasil sawah yang tak seberapa itu hendak dibawa mati, Mak?” tanya Rimah suatu ketika. Kuping anak gadis Banun itu panas karena gunjing perihal Banun Kikir tiada kunjung reda.
”Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri,” gerutu Nami, anak kedua Banun.
”Tak usah hiraukan gunjingan orang! Kalau benar apa yang mereka tuduhkan, kalian tak bakal mengenyam bangku sekolah, dan seumur-umur akan jadi orang tani,” bentak Banun.
”Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.”
Sejak itulah Banun menyingkapkan rahasia hidupnya pada anak-anaknya, termasuk pada Rimah, anak bungsunya itu. Ia menjelaskan kata ”tani” sebagai penyempitan dari ”tahani”, yang bila diterjemahkan ke dalam bahasa orang kini berarti: ”menahan diri”. Menahan diri untuk tidak membeli segala sesuatu yang dapat diperoleh dengan cara bercocok tanam. Sebutlah misalnya, sayur-mayur, cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas, jahe. Di sepanjang riwayatnya dalam menyelenggarakan hidup, orang tani hanya akan membeli garam. Minyak goreng sekalipun, sedapat-dapatnya dibikin sendiri. Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri. Semakin banyak yang dapat ”ditahani” Banun, semakin kokoh ia berdiri sebagai orang tani.
Maka, selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan menuai padi di sawah milik sendiri, dengan segenap tenaga yang tersisa, Banun menghijaukan pekarangan dengan bermacam-ragam sayuran, cabai, seledri, bawang, lengkuas, jahe, kunyit, gardamunggu, jeruk nipis, hingga semua kebutuhannya untuk memasak tersedia hanya beberapa jengkal dari sudut dapurnya. Bila semua kebutuhan memasak harus dibeli Banun dengan penghasilannya sebagai petani padi, tentu akan jauh dari memadai. Bagi Banun, segala sesuatu yang dapat tumbuh di atas tanahnya, lagi pula apa yang tak bisa tumbuh di tanah kampung itu akan ditanamnya, agar ia selalu terhindar dari keharusan membeli. Dengan begitu, penghasilan dari panen padi, kelak bakal terkumpul, guna membeli lahan sawah yang lebih luas lagi. Dan, setelah bertahun-tahun menjadi orang tani, tengoklah keluarga Banun kini. Hampir separuh dari lahan sawah yang terbentang di wilayah kampung tempat ia lahir dan dibesarkan, telah jatuh ke tangannya. Orang-orang menyebutnya tuan tanah, yang seolah tidak pernah kehabisan uang guna meladeni mereka yang terdesak keperluan biaya sekolah anak-anak. Tak jarang pula untuk biaya keberangkatan anak-anak gadis mereka ke luar negeri, untuk menjadi TKW, lalu menggadai, bahkan menjual lahan sawah. Empat orang anak Banun telah disarjanakan dengan kucuran peluhnya selama menjadi orang tani.
***
Sesungguhnya Banun tidak lupa pada orang yang pertama kali menjulukinya Banun Kikir hingga nama buruk itu melekat sampai umurnya hampir berkepala tujuh. Orang itu tidak lain adalah Palar, laki-laki ahli waris tunggal kekayaan ibu-bapaknya. Namun, karena tak terbiasa berkubang lumpur sawah, Palar tak pernah sanggup menjalankan lelaku orang tani. Untuk sekebat sayur Kangkung pun, Zubaidah (istri Palar), harus berbelanja ke pasar. Pekarangan rumahnya gersang. Kolamnya kering. Bahkan sebatang pohon Singkong pun menjadi tumbuhan langka. Selama masih tersedia di pasar, kenapa harus ditanam? Begitu kira-kira prinsip hidup Palar. Baginya, bercocok tanam aneka tumbuhan untuk kebutuhan makan sehari-hari, hanya akan membuat pekerjaan di sawah jadi terbengkalai. Lagi pula, bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih? Namun, tauke-tauke yang selalu bermurah-hati itu, bahkan sebelum sawah digarap, akan mematok harga jual padi seenak perutnya, dan para petani tidak berkutik dibuatnya. Perangai lintah darat itu sudah merajalela, bahkan sejak Banun belum mahir menyemai benih. Palar salah satu korbannya. Dua pertiga lahan sawah yang diwarisinya telah berpindah tangan pada seorang tauke, lantaran dari musim ke musim hasil panennya merosot. Palar juga terpaksa melego beberapa petak sawah guna membiayai kuliah Rustam, anak laki-laki satu-satunya, yang kelak bakal menyandang gelar insinyur pertanian. Dalam belitan hutang yang entah kapan bakal terlunasi, Palar mendatangi rumah Banun, hendak meminang Rimah untuk Rustam.
”Karena kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan Rustam?” bujuk Palar masa itu.
”Pinanganmu terlambat. Rimah sudah punya calon suami,” balas Banun dengan sorot mata sinis.
”Keluargamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insinyur pertanian di kampung ini, dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini, hingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan,” ungkap Palar sebelum meninggalkan rumah Banun.
”Maafkan saya, Palar.”
Rupanya penolakan Banun telah menyinggung perasaan Palar. Lelaki itu merasa terhina. Mentang-mentang sudah kaya, Banun mentah-mentah menolak pinangannya. Dan, yang lebih menyakitkan, ini bukan penolakan yang pertama. Tiga bulan setelah suami Banun meninggal, Palar menyampaikan niatnya hendak mempersunting janda kembang itu. Tapi, Banun bertekad akan membesarkan anak-anaknya tanpa suami baru. Itu sebabnya Palar menggunakan segala siasat dan muslihat agar Banun termaklumatkan sebagai perempuan paling kikir di kampung itu. Palar hendak membuat Banun menanggung malu, bila perlu sampai ajal datang menjemputnya.
***
Meski kini sudah zaman gas elpiji, Banun masih mengasapi dapur dengan daun kelapa kering dan kayu bakar, hingga ia masih menyandang julukan si Banun Kikir. ”Nasi tak terasa sebagai nasi bila dimasak dengan elpiji,” kilah Banun saat menolak tawaran Rimah yang hendak membelikannya kompor gas. Rimah sudah hidup berkecukupan bersama suaminya yang bekerja sebagai guru di ibu kota kabupaten. Begitu pula dengan Nami dan dua anak Banun yang lain. Sejak menikah, mereka tinggal di rumah masing-masing. Setiap Jumat, Banun datang berkunjung, menjenguk cucu, secara bergiliran.
”Kalau Mak menerima pinangan Rustam, tentu julukan buruk itu tak pernah ada,” sesal Rimah suatu hari.
”Masa itu kenapa Mak mengatakan bahwa aku sudah punya calon suami, padahal belum, bukan?”
”Bukankah calon menantu Mak calon insinyur?”
”Tak usah kau ungkit-ungkit lagi cerita lama. Mungkin Rustam bukan jodohmu!” sela Banun.
”Tapi seandainya kami berjodoh, Mak tak akan dinamai Banun Kikir!”
Sesaat Banun diam. Tanya-tanya nyinyir Rimah mengingatkan ia pada Palar yang begitu bangga punya anak bertitel insinyur pertanian, yang katanya dapat melipatgandakan hasil panen dengan mengajarkan teori-teori pertanian. Tapi, bagaimana mungkin Rustam akan memberi contoh cara bertani modern, sementara sawahnya sudah ludes terjual? Kalau memang benar Palar orang tani yang sesungguhnya, ia tidak akan gampang menjual lahan sawah, meski untuk mencetak insinyur pertanian yang dibanggakannya itu. Apalah guna insinyur pertanian bila tidak mengamalkan laku orang tani? Banun menolak pinangan itu bukan karena Palar sedang terbelit hutang, tidak pula karena ia sudah jadi tuan tanah, tapi karena perangai buruk Palar yang dianggapnya sebagai penghinaan pada jalan hidup orang tani.
D.    Mengkaji cerpen Banun
ü  Unsur Instrinsik cerpen
1.      Tema          :Kewirausahaan
2.      Tokoh dan penokohan
Banun        : Kikir
Nami          : Bijaksana.
Palar           ; Sombong dan Mempengaruhi orang lain
Rimah        : Peduli atau care terhadap masalah
Tokoh utama/ Main actor              : Banun, Nami, palar, Rimah.
Tokoh Tambahan                          : Zubaidah, Rustam.
3.      Alur           : Maju (Progesi)
4.      Latar :
Waktu       : Tidak disebutkan secara jelas.
Tempat       :Lereng bukit yang sejak dulu tanahnya subur.
Suasana      :Mencengkram  antara marah dan kecewa.
5.      Sudut Pandang : Orang ketiga serba tahu
6.      Amanat            : Jangan terlalu kikir,walaupun kita mampu melakukan semua hal. Tetapi harus ingat belum tentu niat tidak menghambur-hamburkan uang bernilai baik untuk orang  lain, justru bisa sebaliknya.
Jangan melakukan perjodohan hanya karan melihat hartanya dan pangkat.
Berusaha untuk menerima kritik dari orang lain.
7.      Gaya bahasa/ Diksi
·         Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya.(majas praeterito yaitu majas majas penegasan yang melukiskan sesuatu dengan menyembunyikan sesuatu dan pembaca harus menerka apa yang disembunyikan itu)
·         dari tahun ke tahun (majas Klimaks yaitu majas penegasan dengan menyatakan beberapa hal berturut-turut dengan menggunakan urutan kata-kata yang semakin lama semakin memuncak)
·         sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar. (majas hiperbola yaitu majas yang melebih-lebihan, dimana sifat kikir itu sampai berakar)
·         Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menyumbangkan rekor kekikiran Banun. (majas interupsi yaitu majas penegasan yang menggunakan kata-kata atau bagian kalimat yang disisipkan diantara kalimat pokok guna lebih menjelaskan dan menekankan bagian kalimat sebelumnya).
·         Banun dukun patah-tulang yang dangau usangnya kerap didatangi laki-laki pekerja keras. (majas tropen yaitu majas perbandingan yang melukiskan sesuatu dengan membandingkan pekerjaan atau perbuatan dengan kata-kata lain yang mengandung pengertian yang sejalan).
·         Disepanjang usianya, banun Kikir tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapur keluarganya. (Majas alusio yaitu majas yang mempergunakan ungkapan paribahasa , kata-kata yang artinya diketahui umum).
·         Perempuan itu menanak nasi  dengan cara cara menyorongkan seikat daun kelapa kering ke dalam tungku, dan setelah api menyala, lekas disorongkannya pula beberapa keeping kayu bakar yang selalu tersedia di bawah lumbungnya.( majas Klimaks)
·         Cabai, bawang, seledri, kunyit, lengkuas…. .(majas Asidenton yaitu majas penegasan yang menyebutkan beberapa barang, hal atau keadaan secara berturut-turut tanpa memakai kata penghubung).
·         Begitu ajaran mendiang suami Banun, yang meninggalkan perempuan itu ketika anak-anaknya belum bisa mengelap ingus sendiri.(majas Alusio)
·         Maka selepas kesibukannya menanam, menyiangi, dan … .(majas klimaks)
·         Cabai, seledri, bawang, lengkuas…(majas asidenton)
·         Hampir separuh dari lahan sawah…(majas hiperbola)
·         Bukankah ada tauke yang selalu berkenan memberi pinjaman, selama orang tani masih mau menyemai benih?(majas retorik yaitu majas penegasan dengan menggunakan kalimat Tanya retorik yang sebenarnya tidak memerlukan jawabankarena sudah diketahuinya)
·         Perangai lintah darat itu sudah merajalela.(majas simbolik yaitu majas perbandingan yang melukiskan suatu dengan memperbandingkan benda-benda lain sebagia symbol)
·         Si Banun Kikir…(majas antomonasia yaitu majas perbandingan dengan menyebutkan seseorang berdasarkan ciriatau sifat menonjol yang dimilikinya)
ü  Struktur cerpen
1.      Abstrak
Adalah ringkasan atau inti cerita yang bersifat operasional. Artinya sebuah teks cerpen bisa saja tidak melalui tahapan ini.
Bila ada yang bertanya, siapa makhluk paling kikir di kampung itu, tidak akan ada yang menyanggah bahwa perempuan ringkih yang punggungnya telah melengkung serupa sabut kelapa itulah jawabannya. Semula ia hanya dipanggil Banun. Namun, lantaran sifat kikirnya dari tahun ke tahun semakin mengakar, pada sebuah pergunjingan yang penuh dengan kedengkian, seseorang menambahkan kata ”kikir” di belakang nama ringkas itu, hingga ia ternobat sebagai Banun Kikir. Konon, hingga riwayat ini disiarkan, belum ada yang sanggup menumbangkan rekor kekikiran Banun.
2.      Orientasi
Adalah struktur yang berisi pengenalan latar cerita yang berkaitan dengan waktu, ruang dan suasana terjadinya peristiwa dalam cerpen.
Tempat       :Di perkampungan Lareh Bukit
Waktu       : tidak menonjol
Suasana      :Mengecewakan.
3.      Komplikasi
Adalah berisi urutan kejadian, tetapi setiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat. Peristiwa yang satu disebabkan atau menyebabkan peristiwa lain. Dalam komplikasi berbagai kerumitan bermunculan, kerumitan tersebut bisa lebih dari satu konflik yang mengarah ke klimaks.
Ø  Banun ditinggal mati oleh suaminya.
Ø  Banum adalah janda cantik.
Ø  Palar ingin meminang banum.
4.      Evaluasi
Evaluasi adalah tahap mulai tampak terjadi penyelesaian masalah.
Palar ditolak dan ingin menjodohkan anaknya (Rustam) dengan anaknya Banum (Rimah).
5.      Resolusi
Resolusi adalah tahap dimana pengarang akan mengungkapkan solusi dari berbagai konflik yang dialami tokoh.
Palar memfitnah dan menghina Banum dengan sebutan kikir karena palar kecewa dengan penolakan dan sikap Banum.
6.      Koda
Koda adalah nilai atau penjelasan yang dapat dipetik oleh pembaca dari sebuah teks cerpen.
Rimah dinikahkan dengan leleki lain dan mempunyai anak, tetapi justru menyalahkan Maknya karena tidak menjodohkannya dengan Rustam.
ü  Kaidah pemplotan dalam cerpen “Banun”
1.      Plausibilitas ( kemasukakalan)
Plausibilitas yaitu menyaran pada pengertian suatu hal yang dapat dipercaya sesuai dengan logika cerita. Plot sebuah cerita haruslah memiliki sifat plausible, dapat dipercaya oleh pembaca.
Ya, karena Banun menjodohkan anaknya dengan lelaki lain yang beralasan hatinya kecewa dengan palar karena selalu dihina.
2.      Suspense (rasa ingin tahu)
Suspense adalah hasrat dari pembaca suatu cerpen untuk menyelesaikan kegiatan membacanya yang dikarenakan cerita tersebut menarik, memotivasi dan mengikat pembaca.
Ya, karena hal in terlihat dari alasan yang mendasari menghina Banun dengan sebutan kikir hanya karena tidak pernah membeli dagangan orang lain dan memilih bekerja keras untuk menanam tanaman itu sendiri serta mencari barang substitusi akan barang tersebut. Misalnya minyak tanah dan elpiji digantikan dengan daun kelapa yang kering.
3.      Surprise ( Kejutan)
Yaitu pemplotan denagn cara mengejutkan pembaca ketika telah larut dalam suatu cerita pendek atau cerpen.
Ya, karena palar tiba-tiba ingin meminang Banun.
4.      Unity( kesatupaduan)
Yaitu pemlotan dengan cara mengutamakan keutuhan, keterkaitan antara hal sebelumnya dan didiceritakan dengan hal yang lain. Adanya keterkaitan antara beberapa hal.
Ya, karena ceritanya saling bersangkutan dari awal yaitu keadaan Banun yang ditinggal mati suaminya yang mempunyai kelebihan parasnya yang cantik, menyebabkan palar ingin meminanngnya. Setelah palar ditolak oleh Banun tetap saja berusaha untuk dekat dengan Banun yaitu dengan cara meminang anak Banun (Rimah) untuk anaknya(Rustam). Tetapi karena Banun kecewa dengan sikap palar maka Banun menolaknya dan menjodohkannya dengan lelaki lain, sementara Palar semakin menghina Banun. Hal ini menyebabkan Rimah memarahi Banun karena tidak menjodohkannya saja dengan Rustam.
ü  Konversi
Yaitu pengubahan bentuk.
Adegan penolakan lamaran Palar untuk dirinya sendiri.
Palar   : dunia ini seperti kicauan suara hidup yang merdu dan selalu dipujanya, bahkan suara itu bagiku adalah sebagai belahan jiwaku, semangat hidupku dan nafas hidupku. Kamu tahu ? apa maksudku ?
Banun : Aku ini hanya seorang tani yang ditinggal mati suamiku, keseharianku adalah         cangkul, sabit dan lumpur. Aku tak menau apa maksudmu Tuan.
Palar    : Baiklah, maafkan aku jika kata-kataku tadi harus membuatmu seperti ini.
Banun : Tidak apalah Tuan. Kata-katamu tidak menyinggungku. Lalu apa maksudmu datang kemari ?
Palar    : Maukah kau menjadi pendamping dalam hidupku ?
Banun : Maafkan aku Palar, aku tidak memikirkan hal itu. karena aku ingin membesarkan anak-anaku terlebih dahulu. Tanpa seorang suami.
Palar    : Ya sudah lah.
Adegan masyarakat di Perkampungan Lereng Bukit menghina Banun.
Masyarakat 1 : eh, kamu tahu tidak? Itu loh Banun.
Masyarakat 2 : Banun yang mana ?
  Masyarakat 3 : Di perkampungan ini Banun ada 3(sambil mendekati kedua orang               tersebut).
Masyarakat 2 : Banun patah tulang, Banun dukun Beranak, Banun tukang lemang.
Masyarakat 1 : Banun dukun beranak.
Masyrkt 2&3 : Loh emang ada apa sih ??( sambil melonongkan kepalanya)`
Masyarakat 1 : Seumur hidupnya ia tak pernah membeli minyak tanah untuk mengasapi dapurnya.
Masyarakat 2 : lalu dengan apa ?
Masyarakat 1 : Dengan keeping kayu bakar yang ada di lumbungnya.
Masyarakat 3 : Ya Tuhan… Betapa kikirnya Banun.
Tiba-tiba Rimah lewat
Masyarakat 2 : loh, Kenapa ? bukankah itu hemat ?
Masyarakat 1 : Kamu bisa mikir atau tidak sih ! sudah jelas-jelas tidak mau membantu menambah penghasilan tukang minyak. Banun itu kikir, ya tetap saja tambah kikir.
Masyarakat 2 : StSt…StSt ada anaknya tuh !
Masyrkt 1&2 : Biarin ! emang itu kenyataanya Banun kikir.
Adegan Rimah bertanya pada Maknya tentang kekikirannya.
Rimah : Brakkk brakkk…
Banun : Ada apa nak? Tiba-tiba mengamuk.
Rimah : Mak itu tidak pernah sadar (sambil membanting piring)
Banun : Ngomong yang jelas nak, ada apa? ( sambil menarik tangan Rimah)
Rimah : Tanya aja ke orang-orang.
Banun : loh kok tidak ke kamu saja ??
Rimah : Mak itu benar tidak tahu atau pura-pura tidak tahu sih ?? (sambil sewot).
Banun : ya sudah-sudah…
Banun meninggalkan anaknya.
Rimah : Mau kemana mak ?
Banun : Mau Tanya ke orang-orang.
Rimah : PD banget sih Mak , orang-orang itu menggunjing Mak tahu !
Banun : Tentang apa ? Mak kikir ?
Rimah : iya.
Nami   : Mak tak hanya kikir pada orang lain, tapi juga kikir pada perut sendiri.(ocehNami nimbrung)
Banun : Tak usah hiraukan gunjingan orang !Kalau benar apa yang mereka tuduhkan kaliantak bakal menggenggam bangku sekolah dan seumur-umur akan menjadi orang tani !
Banun : Sebagai anak yang lahir dari rahim orang tani, semestinya kalian paham bagaimana tabiat petani sejati.

Adegan Rimah yang bertanya tentang apa itu tani.
Rimah : Haruskah kita selalu bertani??? Cabe, kunyit, bawang tak pernah beli di took !!
Banun : Kamu tau, apa itu tani?
Rimah : Tau dong, tani itu pekerjaan yang melelahkan. Akupun tak sudi jadi tani, kenapa Mak bertani terus Mak ?
Banun : Menurut Ayahmu, tani itu berarti tahani yaitu menahan iri. Jadi kita itu harus bertani.
Rimah : Hemat sih hemat, tapi jangan terlalu hemat….
Banun : Tau ah… kamu belum tahu bagaimana susahnya hidup.
Rimah : Iya lah. Orang saya belum berkeluaraga Mak !
Banun : Ya sudah. (sambil meninggalkan Rimah)
Adegan Palar meminang Rimah untuk anaknya (Rustam)
Palar    : Assalamu’alaikum wr.wb
Banun : wa’alaikumsalam wr.wb
Palar    : Saya ada perlu dengan Anda, bolehkah saya masuk ?
Banun :  Oh ya silakan.
Palar    :  Sebelumnya saya datang ke rumah kamu untuk bersilaturahmi.
Banun : Iya. Saya juga senang Anda mau datang ke rumahku yang jelek ini.
Palar    : oh tidak rumah kamu bagus.
Banun :  Sebentar, saya mau ke dapur dulu
Selang beberapa menit
Banun : Silakan diminum dulu.
Palar   : Oalah saya jadi merepotkan ya..?
Banun : Tidak. Sudah kewajiban saya untuk memuliakan tamu. Oh iya, ada apa maksud Anda kemari?
Palar    : Begini bu, karna kita sama-sama orang tani, bagaimana kalau Rimah kita nikahkan dengan anak saya, Rustam.
Banun : Pinanganmu terlambat, Rimah sudah punya calon suami ( dengan sorot matanya yang sinis)
Palar    : Keluaragamu beruntung bila menerima Rustam. Ia akan menjadi satu-satunya insyinyur pertaniaan di kampong ini dan hendak menerapkan cara bertani zaman kini sehingga orang-orang tani tidak lagi terpuruk dalam kesusahan. (sambil meninggalkan rumah Banun)
Banun : Maafkan saya Palar.
Palar    : Anda telah menghinaku dua kali. Dasar Banun kikir ! Dasar janda Cantik yang Kikir !!!
ü  Keterkaitan Pengarang dengan latar belakang daerahnya.
Pengarang : Damhuri Muhammad
1.      Masakan                : Lemang
2.      Jam gadang           : -
3.      Perjodohan            : Perjodohan Rimah dengan Rustam yang gagal
                               Perjodohan Rimah dengan lelaki lain.
4.      Merantau               : Rustam yang sekolah di luar negeri.
5.      Pintar dagang        : Penjual Minyak dan gas elpiji.
6.        Etos Kerj tinggi    : Banun yang bekerja keras sebagai petani yang tidakmembeli bahan makanan tetapi menanamnya sendiri.

ü   Identitas Pengarang
       Damhuri Muhammad lahir di Padang, 1 Juli 1974. Alumnus Pascasarjana Filsafat Universitas Gadjah Mada, Yogyakkarta (2001). Bermukim di Jakarta. Ia menulis cerita pendek, esai seni, dan kritik buku di sejumlah media nasional seperti kompas, Media Indonesia, Majalah TEMPO, Seputar Indonesia, Suara Pembaruan, Republika, Jawa Pos, Pikiran Rakyat, Majalah GATRA, ESQUIRE, Tabloit NOVA, dll. Karya Fiksinya yang sudah terbit : Laras (2005), Lidah Sembilu (2006) dan Juru Masak (2009)` Cerpennya Ratap Gadis Suayan, Bigau, orang-orang Larenpanjang terpilih dalam buku cerpen pilihan kompas, pada tahun pemilihan yang berbeda-beda. Buku esai sastra terkininya : darah daging Sastra Indonesia (2010)
       Sejak 2011 ia berkhidmat sebagai anggota komite penjurian Lomba Penulisan Buku Pengayaan Kurikulum di Pusat Kurikulum dan Perbukuan (Puskurbuk) KEMDIKBUD RI. Pada 2008 dan 2013 ia menjadi Ketua Tim Juri Khatulistiwa Literary Award (KLA), peristiwa penghargaan paling terpengaruh di Indonesia.
       Maret 2014 ia terpilih sebagai salah satu steering board (Dewan Pengarah) Asean Literary Festival (Festival Sastra Asia Tenggara) yang dihadiri oleh perwakilan 15 negara, dan Indonesia sebagai tuan rumahnya. Sehari-hari ia bekerja sebagai redaktur sastra di harian Media Indonesia, di Jakarta.
































BAB III
PENUTUP
a.       Kesimpulan
Dari pembahasan tadi bahwa pada dasarnya pengkajian cerpen itu bertahap. Begitu juga dengan membuat cerpen. Ada dua macam dua bentuk penulis. Yaitu penulis awam/penulis yang hanya mencurahkan isi hati sebgai kaidah utama. Sedangkan bentuk yang kedua adalah penulis handal ditandai dengan menggunakan kerangka sebagai unsure utama. Yang jelas perlu kejelian dalam mengkaji cerpen.
b.      Kritik dan Saran
Semoga makalah ini dapat berguna sebagai bahan materi ditingkat yang sederajat.